Senin, 28 Januari 2013

Harun Yahya

Allah, the infinitely merciful, protects us from giant meteoroids hurtling toward the Earth 

 

 As you read this article, the upper layer of the atmosphere is being bombarded by meteors.

Millions of meteoroids in the vastness of space represent a major threat to the Earth.
A meteor could fall to Earth at any moment, maybe in the exact region you are in now.
And that could mean the end of all mankind. Under the effect of such an impact, earthquakes, fires and volcanic eruptions would follow hard on one another’s heels, and no life would remain on Earth.
But have you ever thought that a meteor could be hurtling toward where you are at this very moment? 
A GIANT METEOROID IS APPROACHING THE EARTH
A recent report announced that a meteoroid weighing 55 million tons is speeding toward the Earth.
It was announced that this giant meteoroid, discovered by astronomers 6 years ago, will pass close by the Earth on 8 November, 2011.
It has been calculated that this meteoroid, which will pass by the Earth at a distance of 35,000 km, making it the closest ever.
If this meteoroid, known as YU55, were to hit the Earth, it would do so with the impact of a 65,000 ton atom bomb and leave a crater 600 meters deep.
Many meteoroids have passed close by the Earth in previous years.
On 15 March, 2002, a meteoroid measuring 50 to 100 meters in diameter came within 450,000 kilometers of the Earth. Had it hit, it would have caused an explosion equivalent to a nuclear bomb going off. 
On 22 June, 2002, a meteoroid the size of a football pitch came even closer, passing by the Earth at a distance of 120,000 kilometers and at a speed of 37,000 kilometers an hour.
Do not forget that if just one of these meteoroids had hit the Earth instead of passing by it, you would in all probability not be watching this film today.
But our Almighty Lord protects us from this danger with His infinite love. That protection is one of the manifestations of His infinite compassion.
Allah reveals in the Holy Qur’an that all things survive solely because Allah so desires:  I seek Refuge in Allah from the accursed satan
Allah keeps a firm hold on the heavens and earth, preventing them from vanishing away. And if they vanished no one could then keep hold of them. Certainly He is Most Forbearing, Ever-Forgiving. (Surat al-Fatir, 41)
Meteor Shower_Wallpaper_doxxiThere is no doubt that Allah is mighty enough to destroy the entire universe when He so wishes. Allah has appointed an hour for the Day of Reckoning, which will spell the end of this world, and the meteoroids surrounding the Earth are hurtling rapidly in the direction of that hour.
I seek Refuge in Allah from the accursed satan
Mankind, have taqwa of your Lord! The quaking of the Hour is a terrible thing... the Hour is coming without any doubt and Allah will raise up all those in the graves. (Surat al-Hajj, 1,7)
With the coming of Hazrat Mahdi (pbuh), Allah has initiated the process by which mankind will turn toward the moral values of the Qur’an for the last time. Hundreds of thousands of meteoroids have surrounded the Earth like a cloud, all ready to strike it at any moment. As revealed in the hadiths, Hijri 1400 is the date of the coming of Hazrat Mahdi (pbuh). There has been the most enormous increase in the numbers of meteoroids around the Earth in the 30 years between Hijri 1400, or 1980, and 2010. It is noteworthy that the number has increased particularly rapidly since 1999.
A verse referring to the rise in meteoroids in 1999 reads:
I seek Refuge in Allah from the accursed satan
If they saw a lump of heaven falling down, they would just say, ‘Banked-up clouds!’ (Surat at-Tur, 44)
Abjad calculation of this verse gives a date of 1999. The way that meteoroids began increasing in number as of 1980 and that this rise continued to climb extraordinarily rapidly until the end of 1999 are some of the portents of the Day of Reckoning. Allah knows the truth.

Selasa, 04 September 2012

Ilmuwan Matematika muslim




Muammad bin Mūsā al-Khawārizmī (Arab: محمد بن موسى الخوارزمي) adalah seorang ahli matematika, astronomi, astrologi, dan geografi yang berasal dari Persia. Lahir sekitar tahun 780 di Khwārizm (sekarang Khiva, Uzbekistan) dan wafat sekitar tahun850 di Baghdad. Hampir sepanjang hidupnya, ia bekerja sebagai dosen di Sekolah Kehormatan di Baghdad
Buku pertamanya, al-Jabar, adalah buku pertama yang membahas solusi sistematik dari linear dan notasi kuadrat. Sehingga ia disebut sebagai Bapak Aljabar. Translasibahasa Latin dari Aritmatika beliau, yang memperkenalkan angka India, kemudian diperkenalkan sebagai Sistem Penomoran Posisi Desimal di dunia Barat pada abad ke 12. Ia merevisi dan menyesuaikan Geografi Ptolemeus sebaik mengerjakan tulisan-tulisan tentang astronomi dan astrologi.
Kontribusi beliau tak hanya berdampak besar pada matematika, tapi juga dalam kebahasaan. Kata Aljabar berasal dari kata al-Jabr, satu dari dua operasi dalam matematika untuk menyelesaikan notasi kuadrat, yang tercantum dalam buku beliau. Kata logarisme dan logaritma diambil dari kata Algorismi, Latinisasi dari nama beliau. Nama beliau juga di serap dalam bahasa Spanyol Guarismo dan dalam bahasa Portugis, Algarismo yang berarti digit.

Mengenal Ilmuan-ilmuan Muslim


Ilmuwan Optik
Masa ilmuwan-ilmuwan Islam
Islam sering kali diberikan gambaran sebagai agama yang mundur dan memundurkan. Islam juga dikatakan tidak menggalakkan umatnya menuntut dan menguasai pelbagai lapangan ilmu. Kenyataan dan gambaran yang diberikan itu bukan saja tidak benar tetapi bertentangan dengan hakikat sejarah yang sebenarnya.
Sejarah telah membuktikan betapa dunia Islam telah melahirkan banyak golongan sarjana dan ilmuwan yang cukup hebat dalam bidangfalsafahsainspolitik, kesusasteraan, kemasyarakatan, agama, pengobatan, dan sebagainya. Salah satu ciri yang dapat diperhatikan pada para tokoh ilmuwan Islam ialah mereka tidak sekedar dapat menguasai ilmu tersebut pada usia yang muda, tetapi dalam masa yang singkat dapat menguasai beberapa bidang ilmu secara bersamaan.
Walaupun tokoh itu lebih dikenali dalam bidang sains dan pengobatan tetapi dia juga memiliki kemahiran yang tinggi dalam bidangagamafalsafah, dan sebagainya. Salah seorang daripada tokoh tersebut ialah Ibnu Haitham atau nama sebenarnya Abu All Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham.
Perjalanan hidup
Dalam kalangan cerdik pandai di Barat, beliau dikenali dengan nama Alhazen. Ibnu Haitham dilahirkan di Basrah pada tahun 354H bersamaan dengan 965 Masehi. Ia memulai pendidikan awalnya di Basrah sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di bandar kelahirannya. Setelah beberapa lama berkhidmat dengan pihak pemerintah di sana, beliau mengambil keputusan merantau ke Ahwazdan Baghdad. Di perantauan beliau telah melanjutkan pengajian dan menumpukan perhatian pada penulisan.
Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya berhijrah ke Mesir. Selama di sana beliau telah mengambil kesempatan melakukan beberapa kerja penyelidikan mengenai aliran dan saliran Sungai Nil serta menyalin buku-buku mengenai matematika dan falak. Tujuannya adalah untuk mendapatkan uang cadangan dalam menempuh perjalanan menuju Universitas Al-Azhar.
Hasil daripada usaha itu, beliau telah menjadi seo­rang yang amat mahir dalam bidang sains, falak, mate­matik, geometri, pengobatan, dan falsafah. Tulisannya mengenai mata, telah menjadi salah satu rujukan yang penting dalam bidang pengajian sains di Barat. Malahan kajiannya mengenai pengobatan mata telah menjadi asas kepada pengajian pengobatan modern mengenai mata.
Karya dan penelitian
Sains
Ibnu Haitham merupakan ilmuwan yang gemar melakukan penyelidikan. Penyelidikannya mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler mencipta mikroskop serta teleskop. Ia merupakan orang pertama yang menulis dan menemukan berbagai data penting mengenai cahaya.
Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, antara lain Light dan On Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana.
Menurut Ibnu Haitham, cahaya fajar bermula apabila mata­hari berada di garis 19 derajat di ufuk timur. Warna merah pada senja pula akan hilang apabila mata­hari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Dalam kajiannya, beliau juga telah berhasil menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.
Ibnu Haitham juga turut melakukan percobaan terhadap kaca yang dibakar, dan dari situ ditemukanlah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para ilmuwan di Itali untuk menghasilkan kaca pembesar yang pertama di dunia.
Yang lebih menakjubkan ialah Ibnu Haitham telah menemui prinsip isi padu udara sebelum seorang ilmuwan yang bernama Trricella yang mengetahui perkara itu 500 tahun kemudian. Ibnu Haitham juga telah menemukan kewujudan tarikan gravitasi sebelum Issaac Newton mengetahuinya. Selain itu, teori Ibnu Hai­tham mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung-sambung secara teratur telah memberikan ilham kepada ilmuwan barat untuk menghasilkan wayang gambar. Teori beliau telah membawa kepada penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton sebagaimana yang dapat kita lihat pada masa kini.
Filsafat
Selain sains, Ibnu Haitham juga banyak menulis mengenai falsafah, logik, metafizik, dan persoalan yang berkaitan dengan keagamaan. Ia turut menulis ulasan dan ringkasan terhadap karya-karya sarjana terdahulu.
Penulisan falsafahnya banyak tertumpu kepada aspek kebenaran dalam masalah yang menjadi pertikaian. Padanya pertikaian dan pertelingkahan mengenai sesuatu perkara berpunca daripada pendekatan yang digunakan dalam mengenalinya.
Beliau juga berpendapat bahawa kebenaran hanyalah satu. Oleh sebab itu semua dakwaan kebenaran wajar diragui dalam menilai semua pandangan yang sedia ada. Jadi, pandangannya mengenai falsafah amat menarik untuk disoroti.
Bagi Ibnu Haitham, falsafah tidak boleh dipisahkan daripada matematik, sains, dan ketuhanan. Ketiga-tiga bidang dan cabang ilmu ini harus dikuasai dan untuk menguasainya seseorang itu perlu menggunakan waktu mudanya dengan sepenuhnya. Apabila umur semakin meningkat, kekuatan fizikal dan mental akan turut mengalami kemerosotan.
Karya
Ibnu Haitham membuktikan pandangannya apabila beliau begitu ghairah mencari dan mendalami ilmu pengetahuan pada usia mudanya. Sehingga kini beliau berhasil menulis banyak buku dan makalah. Di antara buku hasil karyanya:
1.     Al'Jami' fi Usul al'Hisab yang mengandungi teori-teori ilmu metametik dan metametik penganalisaannya;
2.     Kitab al-Tahlil wa al'Tarkib mengenai ilmu geometri;
3.     Kitab Tahlil ai'masa^il al 'Adadiyah tentang algebra;
4.     Maqalah fi Istikhraj Simat al'Qiblah yang mengupas tentang arah kiblat bagi segenap rantau;
5.     M.aqalah fima Tad'u llaih mengenai penggunaan geometri dalam urusan hukum syarak dan
6.     Risalah fi Sina'at al-Syi'r mengenai teknik penulisan puisi.
Sumbangan Ibnu Haitham kepada ilmu sains dan filsafat amat banyak. Kerana itulah Ibnu Haitham dikenali sebagai seorang yang miskin dari segi material tetapi kaya dengan ilmu pengetahuan. Beberapa pandangan dan pendapatnya masih relevan hingga saat ini.
Walau bagaimanapun sebahagian karyanya lagi telah "dicuri" oleh ilmuwan Barat tanpa memberikan penghargaan yang patut kepada beliau. Tapi sesungguhnya, barat patut berterima kasih kepada Ibnu Haitham dan para sarjana Islam karena tanpa mereka kemungkinan dunia Eropa masih diselubungi kegelapan.
Kajian Ibnu Haitham telah menyediakan landasan kepada perkembangan ilmu sains dan pada masa yang sama tulisannya mengenai falsafah telah membuktikan keaslian pemikiran sarjana Islam dalam bidang ilmu tersebut yang tidak lagi terbelenggu oleh pemikiran filsafat Yunani.